Powered By Blogger

Kamis, 14 Januari 2010

BATAVIA TEMPOE DOELOE


Terletak di Jalan Taman Fatahillah No. 2, Jakarta Barat, museum ini menyimpan banyak hal yang bisa diceritakan dari masa lalu. Mulai dari perjalanan sejarah Jakarta, hasil penggalian arkeologi di kawasan Jakarta, mebel antik dari abad ke-18, keramik, gerabah, hingga batu prasasti. Koleksi-koleksi ini terdapat di berbagai ruang, seperti Ruang Prasejarah Jakarta, Ruang Tarumanegara, Ruang Jayakarta, Ruang Fatahillah, Ruang Sultan Agung, dan Ruang MH Thamrin. Terdapat juga berbagai koleksi tentang kebudayaan Betawi, numismatik, dan becak. Bahkan kini juga diletakkan patung Dewa Hermes(menurut mitologi Yunani, merupakan dewa keberuntungan dan perlindungan bagi kaum pedagang) yang tadinya terletak di perempatan Harmoni dan meriam Si Jagur yang dianggap mempunyai kekuatan magis.

Museum ini memiliki luas lebih dari 1.300 meter persegi. Pekarangan dengan susunan konblok, dan sebuah kolam dihiasi beberapa pohon tua.




Museum Fatahillah hanyalah salah satu di antara makin langkanya bangunan tua dan bersejarah di Ibu Kota, yang menjadi saksi bisu perjuangan rakyat Indonesia terhadap pemerintah Belanda saat itu. Bangunan Museum Fatahillah ini, menorehkan banyak kenangan bagi mereka yang pernah tinggal, maupun yang hanya singgah di Jakarta tempo doeloe. Hingga kini museum ini masih dikunjungi. Tak hanya oleh wisatawan lokal, namun juga oleh wisatawan mancanegara, khususnya wisatawan Eropa.

Museum ini dibuka setiap hari Selasa hingga Minggu, mulai pukul 09.00-15.00 wib. Sedangkan museum ini ditutup untuk umum setiap hari Senin dan hari besar.



Dibangun tahun 1620, dengan menempati areal seluas 13 ribu meter persegi, Bangunannya bergaya arsitektur kuno abad ke-17 yang terdiri atas bangunan utama dengan dua sayap di bagian timur dan barat serta bangunan sanding yang digunakan sebagai kantor, ruang pengadilan, dan ruang-ruang bawah tanah yang dipakai sebagai penjara.

Dulu, pada jaman VOC, gedung ini bernama Stadhuis atau Stadhuisplein yang digunakan oleh pemerintahan Belanda sebagai gedung Balaikota, pusat pemerintahan Belanda saat masih berkuasa di Indonesia hingga akhirnya pada tanggal 30 Maret 1974, oleh pemerintah Indonesia, gedung ini kemudian diresmikan sebagai Museum Fatahillah.





Ciri khas bangunan, penunjuk arah mata angin di atap.

Di masa lalu, selain berfungsi sebagai Balaikota, bangunan ini juga dijadikan sebagai penjara. Terdapat bekas penjara bawah tanah yang dulunya digunakan untuk menjebloskan orang-orang yang melanggar aturan hukum pemerintah Hindia Belanda. Konon, pejuang-pejuang Indonesia seperti Pangeran Diponegoro, pernah menghuni penjara ini. Tanah lapang di depan bangunan Museum Sejarah Jakarta, dikenal dengan nama Taman Fatahillah, merupakan saksi bisu tempat dilaksanakannya eksekusi hukuman gantung bagi ribuan orang Cina yang terlibat dalam pemberontakan melawan Belanda tahun 1740.

Museum Fatahillah hanyalah salah satu di antara makin langkanya bangunan tua dan bersejarah di Ibu Kota, yang menjadi saksi bisu perjuangan rakyat Indonesia terhadap pemerintah Belanda saat itu. Bangunan Museum Fatahillah ini, menorehkan banyak kenangan bagi mereka yang pernah tinggal, maupun yang hanya singgah di Jakarta tempo doeloe. Hingga kini museum ini masih dikunjungi. Tak hanya oleh wisatawan lokal, namun juga oleh wisatawan mancanegara, khususnya wisatawan Eropa.





Arsitektur bangunannya bergaya abad ke-17 bergaya Barok klasik dengan tiga lantai dengan cat kuning tanah, kusen pintu dan jendela dari kayu jati berwarna hijau tua. Bagian atap utama memiliki penunjuk arah mata angin.




Museum Fatahillah dibuka untuk pengunjung, yaitu :
Buka dari jam 09.00 WIB s/d 03.00 WIB setiap hari Selasa, Rabu, Kamis dan Minggu
Buka dari jam 09.00 WIB s/d 01.30 WIB setiap hari Jum’at
Buka dari jam 09.00 WIB s/d 01.00 WIB setiap hari Sabtu
Pada hari Senin dan Hari Besar, museum ditutup untuk umum.


Untuk menuju lokasi Museum Sejarah Jakarta, wisatawan dapat berkunjung dengan menggunakan kendaraan pribadi ataupun kendaraan umum. Jika memilih menggunakan kendaraan umum, wisatawan dapat menggunakan sarana transportasi bus Trans Jakarta dari arah Blok M menuju arah Kota. Selain itu wisatawan dapat juga menggunakan Mikrolet M-12 dari arah Pasar Senen menuju Kota, juga dapat menggunakan Mikrolet M-08 dari jurusan Tanah Abang menuju Kota. Alternatif lain yang tersedia, pengunjung dapat juga memilih bus patas AC 79 dari arah Kampung Rambutan menuju Kota.







Wisatawan yang berkunjung ke museum ini umumnya dikenai biaya masuk yang berbeda-beda berdasarkan perorangan atau rombongan. Bagi pengunjung perorangan, pengunjung dewasa (umum) dikenai biaya masuk sebesar Rp 2.000, untuk mahasiswa sebesar Rp 1.000, sedangkan untuk pelajar/anak-anak hanya dikenai biaya sebesar Rp 600. Tarif masuk untuk pengunjung berombongan (minimal 20 orang) juga dikenai biaya masuk yang bervariasi, rombongan dewasa dikenai biaya masuk sebesar Rp 1.500, untuk rombongan mahasiswa dikenai Rp 750, sementara rombongan pelajar/anak-anak hanya sebesar Rp 500.






Objek-objek yang dapat ditemui di museum ini antara lain perjalanan sejarah Jakarta, replika peninggalan masa Tarumanega dan Pajajaran, hasil penggalian arkeologi di Jakarta, mebel antik mulai dari abad ke-17 sampai 19, yang merupakan perpaduan dari gaya Eropa, Republik Rakyat Cina, dan Indonesia. Juga ada keramik, gerabah dan batu prasasti. Koleksi-koleksi ini terdapat di berbagai ruang, seperti Ruang Prasejarah Jakarta, Ruang Tarumanegara, Ruang Jayakarta, Ruang Fatahillah, Ruang Sultan Agung, dan Ruang MH Thamrin.





Terdapat juga berbagai koleksi tentang kebudayaan Betawi, numismatik, dan becak.



Selain itu, di Museum Fatahillah juga terdapat bekas penjara bawah tanah yang dulu sempat digunakan pada zaman penjajahan Belanda